Pages

Daftar Blog Saya

Rabu, 07 Desember 2011

Tewas atau Sekarat Sama Sama Masuk Lubang (KIJANG,BINTAN)


TPU Kijang, Kebun Durian yang Berisi Ribuan Mayat Romusha
Para pekerja rodi yang kelaparan dan meninggal, atau yang masih namun jalannya sempoyongan dianggap sama saja oleh Jepang. Semuanya dimasukkan saja ke lubang besar.
YUSFREYENDI – Kijang
Bagi yang pernah ke Kijang, pasti tahu taman pemakaman umum yang namanya tak mengikuti zaman lagi. Saat makam lain diberi nama Taman Bahagia atau nama lain, tetap saja komplek pemakaman yang terletak berhadapan dengan SPBU Kijang, hanya terpisah jalan ini, menggunakan nama kuno: Peristirahatan Terakhir Km25 Kijang.
Padahal, jika ditengok dari sejarah, makam ini memiliki legenda tersendiri. Tanjungpinang Pos mendapatkannya saat Selasa (5/12) menyaksikan beberapa orang membongkar gapura makam. Adalah H Juki, warga Kijang berusia 76 tahun yang menatap lekat pembongkaran itu. Juki sekali-sekali terlihat menarik napas dalam-dalam seperti melepas rasa lelahnya. Asal tahu saja, ialah orang yang juga ikut membangun gapura lama, puluhan tahun silam.
Tahun 50-an, Juki adalah pegawai PT Aneka Tambang. “Setelah enam kali mengajukan proposal sejak tahun 1995 lalu, baru sekarang dibantu pemerintah. Untuk perbaikan pemakaman yang berawal pada masa romusa Jepang ini pernah diterima sekali, tapi dari TNI-AD sekitar tahun 1980-an dulu,” tutur Juki yang juga juru makam ini.
Sekilas, ia menyapu permukaan pemakaman bagian dalam. Ada 5.000-an mayat ditanam di makam itu. Lalu ia bercerita tentang sejarah kuburan ini. Sekitar tahun 1942, tambang bauksit di Kijang dikuasai bangsa Jepang. Saat itu puluhan bahkan ratusan penduduk asal Jawa diangkut ke Kijang. Mereka didatangkan tentara Jepang untuk dijadikan pekerja rodi atau kerja paksa di Kijang ini. Masa itu kerja paksa tanpa diberi makan biasanya disebut internir.
Tak heran jika sampai saat ini banyak nama kampung di Kijang menggunakan istilah Jawa. Sebagian warga juga masih mempertahankan bahasa ibu mereka dalam percakapan sehari-hari.
Mulut Imam Juki kembali bergetar tatkala menceritakan masa penjajah Jepang di Kijang. Betapa tidak, pekerja rodi banyak yang mati kelaparan akibat bekerja tanpa diberikan gizi yang cukup. Mayat-mayat yang bergelimpangan dimasukan ke dalam sebuah lubang besar. Bahkan, pekerja tambang dan pembuat jalan yang masih bernyawa tetapi tidak mampu berdiri dikubur-kubur hidup-hidup oleh tentara Jepang.
“Saat itu, pekerja yang telah mati maupun yang sekarat dikubur secara massal di dekat pohon durian. Pohon durian itu tepatnya berada di kuburan Kristen dan Tionghoa di sebelah kanan makam umat Islam saat ini. Makanya, pemakaman KM 25 Kijang ini dulunya disebut makam Kebun Durian,” tambahnya.
Namanya penjajah, seenak perutnya memperlakukan mayat pekerja rodi. Satu lubang bisa diisi 50 mayat. Tak ada proses pemakaman sesuai aturan agama yang dipeluk korban semasa hidupnya. Lubang kubur mayoritas diisi mayat warga Indonesia dan sebagian Tionghoa yang sudah menetap di Kijang. Namun, di pemakanan Kijang terdapat satu kuburan tentara Jepang. Hal itu terjadi ketika salah seorang tentara Jepang tewas ketika menyelam di perairan Pulau Bulat, lokasinya sekarang berada di depan Sungai Enam.
“Saat ini saya kurang pasti, yang mana kuburan tentara Jepang di pemakaman Kijang ini. Yang pasti letaknya di sekitar ujung kuburan Kristen dan Tionghoa. Pemakaman KM 25 Kijang baru mulai ditata sekitar tahun 1950-an setelah bangsa Jepang dan Belanda benar-benar meninggalkan Indonesia. Meskipun pemakaman Kijang tergolong lama, namanya sampai sekarang belum ditetapkan. Kalau dulu kuburan Kebun Durian, sekarang hanya pemakaman umum Kijang saja,” terang Juki.
Di tempat yang sama, pengelola kubur Kristen dan Tionghoa Kijang, Budi Syam yang sudah menjaga kuburan Kijang selama 30 tahun menyatakan, masa jajahan Jepang lebih kejam dibandingkan masa Belanda. Saat pengelolaan bauksit Antam Kijang dikuasai Belanda, pekerja hanya ditetapkan kedisiplinan jam kerja. Tapi, pekerja bisa istrahat dan diberi makan. Namun disaat jajahan Jepang, pekerja tambang banyak yang tewas akibat kerja rodi tanpa diberi makan.
Tak heran jika tengkorak-tengkorak dan tulang-belulang banyak yang ditemukan di pemakaman Kijang pada saat mulai dilakukan pembangunan. Tengkorak dan tulang-belulang manusia itu berserakan karena pada saat jaman Jepang, mayat dikubur secara massal sampai 50 orang dalam satu lubang.
“Tidak hanya itu, beberapa tahun lalu di kuburan ini pernah ditemukan bom (granat) peninggalan masa Jepang. Tapi bom itu sudah diamankan polisi. Kami berharap kuburan Kijang dirawat dan diperbaiki agar lebih bagus. Karena selama ini pengelolaan makam hanya dikelola secara swadaya masyarakat. Terima kasih atas bantuan Bupati dan Camat yang menurut saya ikut peduli kondisi makam,” ujar lelaki warga Tionghoa ini.***

0 komentar:

Posting Komentar

berkomentar lagh, kalau menurut anda baik !!!!